ads

Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Bung Tomy, begitu saya memanggilnya. Nama lengkapnya Tomy Satria Yulianto, seorang aktivis NGO yang lahir di Bulukumba, 14 Juli 1974 silam. Di usia yang masih terbilang muda, Tomy berhasil meyakinkan pemilih pada pileg 2014 lalu dan terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Bulukumba. Tidak hanya itu, Partai Demokrat tempat ia berhimpun memberi kepercayaan lebih dengan memilihnya untuk menduduki kursi wakil ketua DPRD.

Di DPRD, ia vokal menyuarakan aspirasi masyarakat. Sebagai pimpinan dewan, ia juga sering menjadi penengah dengan solusi-solusi cerdas tatkala jalan politik antara eksekutif dan legislatif mengalami kebuntuan. Dalam rentang waktu sejak memainkan peran di panggung politik  sebagai pimpinan dewan, perlahan ia didaulat sebagai politisi muda yang
 memiliki konsep dan gagasan tentang pembangunan daerah.

Mungkin kondisi ini terbaca oleh A. Sukri Sappewali, bakal calon Bupati Bulukumba yang sejak awal memimpin perolehan survey. Sejumlah lembaga survey professional mengabarkan bahwa trend elektabilitas Andi Sukri berada di atas rata-rata bakal calon lain. Tomy kemudian dilamar untuk berpasangan sebagai calon wakil bupati pada pilkada serentak, 9 Desember yang akan datang.

Tidak sedikit yang meragukan kesiapan Tomy. Keraguan publik yang paling mengemuka adalah Tomy tidak akan berani mempertaruhkan jabatan wakil ketua DPRD. Karena UU Pilkada yang baru saja di uji di MK mengalami perubahan. Salah satunya adalah anggota DPRD yang menjadi kontestan pilkada harus bersedia mengundurkan diri dari DPRD. Benar, ini bukan persoalan remeh.

Namun, keraguan publik itu ternyata tidak lama bersemi dalam ruang dialektika sosial. KPUD Bulukumba telah menetapkan Tomy Satria Yulianto sebagai Calon Wakil Bupati Bulukumba mendampingi AM. Sukri Sappewali.

Bukan kali ini saja seorang Tomy diragukan. Di masa pencalegan pun ia diragukan akan terpilih legislator. Salah satu hal yang mendasari keraguan publik ketika itu adalah bahwa Tomy belum menetap lama di Bulukumba. NGO yang ia geluti konsen di Kalimantan Timur. Dengan alasan itu Tomy dianggap tidak punya basis massa yang bisa memuluskan langkahnya menuju kursi legislator.

Babak baru keraguan berikutnya kembali di tapak. Lawan politik Tomy menebar atmosfer skeptic bahwa meskipun Tomy cerdas, tapi posisinya hanya sebagai wakil. Dalam terminologi umum, lazim dipahami bahwa wakil itu hanya sebagai ban serep. Ia tidak akan bisa berbuat apa-apa, karena wewenang eksekusi kebijakan ada pada bupati.

Sekali lagi, Tomy membuka cakrawala baru dalam memandang politik. Dalam berbagai kesempatan ia menjelaskan bahwa harmoni pemerintahan antara bupati dan wakilnya bisa tercipta jika di antara keduanya bisa saling memahami. Keduanya harus berada dalam satu garis untuk saling mengisi kekurangan masing-masing. Dan kesepahaman ini telah tercipta di antara mereka.

Selain itu, Tomy sangat paham bahwa politik itu hanya berisi dua hal, yakni konflik dan konsensus. Tidak ada konflik ataupun konsensus yang beku tanpa dinamika. Kebekuan itu akan cair dan mengalir seiring dengan perkembangan dinamika pengelolaan konflik dan konsensus. Kegagalan memahami konflik dan konsensus secara bijaklah yang bisa mengantar pada kondisi seperti atmosfer skeptic yang dihembuskan oleh lawan politik
Tomy di atas. Sayangnya, Tomy matang dalam hal ini. (setidaknya itu pendapat saya).


Tomy piawai memainkan politik. Ia seperti seorang maestro biola yang sedang memainkan lagu Simphony Rindu. Dawai biola ia gesek penuh rasa hingga menyatu dengan irama hujan. Seorang maestro yang membuat rindu kian mengharu biru.

Kira-kira begitu kesimpulan para pengamat yang mengikuti perkembangan politik di Bulukumba. Kesimpulan itu tentu saja tidak sekadar berlandaskan alasan subjektif belaka. Serangkaian data yang mereka amati  telah mengantar mereka pada sebuah kesimpulan.

Tentang kata pengamat, boleh percaya boleh juga tidak. Toh … pengamat juga manusia. Tetapi, tidak salah untuk sedikit melakukan verifikasi atas amatan pengamat. Berikut beberapa data yang bisa kita jadikan acuan verifikasi.

Pertama; Sebagai orang baru di Bulukumba, Tomy diragukan akan menembus kursi legislator. Nyatanya ia duduk di DPRD Bulukumba dari Fraksi demokrat, bahkan sebagai Wakil Ketua. Kedua; Tomy diragukan tidak akan berani mempertaruhkan kursi Wakil Ketua DPRD untuk sesuatu yang belum jelas. Faktanya, KPUD menetapkan namanya sebagai kontestan pilkada.

Ketiga: Satu-satunya calon wakil bupati yang bergerak eksis menembus sekat-sekat pemilih. Capaian citranya bahkan dapat dikatakan melampaui para calon bupati. Keempat; Serangan lawan politik pasangan ini telah mengarah pada sosok Tomy. Hal ini menandakan bahwa pergerakan Tomy selama ini cukup membuat lawan politiknya meradang.

Kelima; Tomy sukses menampilkan dirinya sebagai sosok yang humanis, egaliter, dan inklusif. Hal ini dibuktikan dengan komunikasi public Tomy  yang bersifat merangkul. Berbagai simpul-simpul komunitas telah menyatakan bergabung dalam gerakan #BulukumbaKeren. Keenam; Tomy mampu membangun differensiasi (daya pembeda) dengan calon lain, sehingga ia leluasa bermain dalam kotak pikiran publik. Kesimpulan saya, Tomy amat piawai dalam hal marketing politik. Gaya komunikasi massa yang ia
tampilkan sedikit agak mirip dengan politisi handal sulsel, Sang Komandan-Syahrul Yasin Limpo. Satu hal kesamaan yang dapat saya tangkap adalah keduanya mampu meninggalkan kesan positif pada audiens.

Enam : hal yang saya sampaikan di atas, nampaknya agak berpengaruh pada warna panggung politik di Bulukumba. Ya … seorang Tomy membawa warna baru itu, sehingga panggung politik menjadi dinamis. Jika dicermati lebih jauh, sebenarnya, seorang Tomy sedang menebar gairah politik bagi kaum muda untuk segera bangkit dan memainkan peran-peran strategis. Jika gerakan Tomy dianalogi dalam perspektif semiotika, maka makna konotatifnya bisa diartikan bahwa, “Kepada kaum muda, salurkanlah gagasan dan idealisme yang kalian miliki ke jalan yang lebih nyata, yakni politik. Karena hanya dengan jalan itu gagasan dan idealism untuk membangun masyarakat madani bisa tercipta.”


Sumber : Kompasina

Admin : Unknown

Kawan Muda Bulukumba Untuk Bulukumba KEREN Demi Terciptanya Bulukumba Yang Religius Dan Demokratis..

Terima Kasih Atas Kunjungannya..
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:


Top